Landscape politik nasional cukup hangat dalam pekan ini. Pasca penetapan UU pemilu dengan isu krusial PT 20 – 25% mendapat perlawanan sengit, empat partai walk out dan menyerukan kepada publik untuk melakukan uji materi UU di MK. Suasana semakin ramai saat dua jendral bertemu setelah 5 tahun “berpisah”.
Ada berbagai spekulasi dan analisa pertemuan lima tahun antara dua bintang ini. Mulai persiapan koalisi pilpres 2019 dan warning kepada kekuasaan jokowi. Dua isu besar ini menjadi fokus perbincangan publik setelah pertemuan selesai.
Lalu apa sebenarnya pesan penting bagi Jokowi dan demokrasi? Kenapa Prabowo sangat “marah” dengan mengatakan syarat PT 20 – 20% adalah lelucon politik yang akan di ingat sejarah? SBY yang “kalem” kenapa tiba – tiba segera bertemu Prabowo?
Karakter Politik
Melihat kejadian pasca kekelahan pilpres 2014 dan keributan KMP – KIH sampai Pilkada DKI 2017 masih relevan bahwa rivalitas kubu Prabowo dan Jokowi belum selesai. Tiga poros utama kekuatan politik ketokohan semakin hangat menjelang pemilu dan pilpres serentak 2019.
Poros Prabowo yang bersekutu dengan PKS sebagai kekuatan islam modern, poros Penguasa Jokowi dan Poros SBY dengan Demokrat dan PAN yg mulai resah di kubu pemerintah.
Dua poros politik sudah mulai memanaskan mesin politiknya, pernyataan Prabowo soal UU pemilu menandakan bahwa oposisi akan terus “menggangu” Jokowi sampai 2019. Isu utang negara yang semakin menggunung, kedekatan dengan poros cina yang nyata dan kinerja ekonomi yang lambat akan terus di ekspose sebagai kegagalan Jokowi.
Sebagai oposisi sangat wajar dan memang harus jadi bandul penyeimbang sama seperti Puan Maharani yang menangis saat memprotes kenaikan BBM di era SBY. Karakter “menyerang” Prabowo yang sering diwakili Gerindra di DPR akan terus dilakukan sampai pemilu serentak.
Poros SBY juga “marah” kepada Jokowi, kekalahan SBY dalam pilkada DKI karena anjloknya elektabilitas AHY di last minute karena kasus Antasari yang menyerang ke jantung politik SBY. Kalimat SBY waktu bertemu dengan Prabowo bahwa kekuasaan harus dijalankan dengan benar menjadi sinyal bahwa SBY juga sudah ambil ancang – ancang terhadap Jokowi.
Memang SBY dan Prabowo sebenarnya sulit bersatu sejak lama, namun pertemuan lima ini membuktikan bahwa oposisi terhadap Jokowi akan meningkatnya eskalasinya.
Sikap dan karakter dua bintang dengan karakter yang sebenarnya kontras ini harus menjadi alrm bagi Jokowi menuju 2019. Bersatunya poros SBY dan Gerindra yang didalamnya ada PKS dan kemunggkinan besar ada PAN adalah kekuatan politik oposisi semakin menguat menjelang 2019.
Sikap Jokowi
Konsolidasi SBY dan Prabowo akhirna di sikapi oleh pemerintah. Itu silaturahim dan komunikasi biasa antar tokoh politik demi bangsa. Mungkin penialain ini bagi sebagian publik, ternyata Jokowi menanggapi serangan SBY dan Prabowo, tidak ada kekuasaan absolut karena sekarang ada pers, lsm dan pengawasan DPR dan rakyat.
Sangat berlebihan jika dikatakan ada abose of power komentar Jokowi. Soal PT 20 – 25% Jokowi berbalik menanyakan kenapa kok ribut sekarang, dulu kok gak? Inilah sikap Jokowi yang bisa jadi menjadi sinyal bagi oposan bahwa Jokowi tidak akan tinggal diam, persaingan menuju 2019 akan semakin sengit kembali jika saling berhadapan antara Prabowo vs Jokowi.
Poros Jokowi yang menguasai hampir 60% suara parlemen saat ini nampaknya akan mulai meningkatkan intensitas menuju 2019. Kekalahan poros Jokowi di pilkada DKI menjadi sinyal keras bahwa rakyat mulai ada pergeseran trus kepada pemerintah.
Jurus blusukan sudah tidak kompatibel untuk dipakai kembali di 2019, problem kenaikan TDL, kelangkaan garam, kontroversi Perpu di kalangan sebagain umat islam dan kegaduhan bersama nelayan serta melambatnya pertumbuhan ekonomi menjadi prioritas yang harus dituntaskan Jokowi jika ingin kembali untuk periode ke dua.
Jika sampai 2018 tidak ada perbaikan signifikan kinerja pemerintah maka bisa jadi rakyat akan melihat peluang Poros Prabowo dan SBY yang sekarang berkonsolidasi untuk merebut kepemimpinan di 2019 akan terwujud.
Penulis : Riyono
Anggota DPRD Provinsi Jawa Tengah FPKS
Pegiat Komunitas Wedangjae
(dimuat di harian Wawasan, 1 Agustus 2017)