Bolehkah Masjid atau Tanah Wakaf Dialihkan ( Ruilslag) ?

Pada tahun 2014, Majelis Ulama
Indonesia (MUI) menerima banyak pertanyaan baik perorangan maupun
organisasi tentang status tanah yang di atasnya ada bangunan masjid.
Banyak tanah yang di atasnya ada bangunan masjid yang dialihfungsikan
oleh perorangan atau kelompok yang memegang dokumen formal, sehingga
menimbulkan sengketa.
Pada tahun 2014 pula, MUI kemudian mengeluarkan fatwa soal
status tanah tersebut, dengan fatwa nomor 54 tahun 2014 tentang “Status
Tanah yang Di atasnya Ada Bangunan Masjid”.  Fatwa ini  kemudian
ditetapkan pada 30 Desember 2014 atau 07 Rabiul Awwal 1436 dan
ditandatangani oleh Ketua Komisi Fatwa MUI Prof.Dr. H .Hasanuddin AF,
MA  dan sekretaris Dr HM. Asrorun Ni’am Sholeh, MA. Bunyi fatwa itu
sebagai berikut:
Pertama : Ketentuan Umum :
Dalam fatwa ini, yang dimaksud dengan:

  1. Masjid ialah masjid jami’ yakni sebuah bangunan khusus di atas sebidang tanah yang diwakafkan untuk tempat shalat kaum muslimin.
  2.  Tanah masjid ialah tanah yang di atasnya ada bangunan masjid.

Kedua : Ketentuan Hukum :
  1. Status tanah yang di atasnya ada bangunan masjid adalah wakaf. Adapun yang belum berstatus wakaf wajib diusahakan untuk disertifikasikan sebagai wakaf.
  2. Tanah wakaf tidak boleh ditukar, diubah peruntukannya, dijual, dan
    dialihfungsikan kecuali dengan syarat-syarat tertentu, yang disebut dalam Keputusan Ijtima’ Ulama Komisi Fatwa seIndonesia tahun 2009, yaitu:
  • Penukaran benda wakaf (istibdal al-waqf) diperbolehkan sepanjang untuk merealisasikan kemashalahatan karena untuk mempertahankan keberlangsungan manfaat wakaf (istimrar baqai
    al-manfa’ah), dan dilakukan dengan ganti yang mempunyai nilai sepadan
    atau lebih baik.
  • Pengubahan objek wakaf dari wakaf uang menjadi wakafbenda, atau  sebaliknya dari wakaf benda menjadi wakaf uang hukumnya boleh, dengan syarat:
         
i.  manfaatnya lebih besar
         
ii. keadaan memaksa untuk itu.
  • Benda wakaf boleh dijual, dengan ketentuan:
         
i. adanya hajah dalam rangka menjaga maksud wakif;
         
ii. hasil penjualannya harus digunakan untuk membeli harta benda lain sebagai wakaf     
              pengganti.
        
iii. kemanfaatan wakaf pengganti tersebut minimal sepadan dengan benda wakaf sebelumnya.
  • Alih fungsi benda wakaf dibolehkan sepanjang kemashlahatannya lebih dominan.
  • Pelaksanaan ketentuan huruf (a) sampai dengan huruf (d) harus seizin Menteri Agama, persetujuan Badan Wakaf Indonesia, serta sesuai dengan peraturan perundangundangan dan pertimbangan MUI.
‌Ketiga : Rekomendasi
  1. Pemerintah diminta memberikan perhatian khusus terhadap status tanah yang berdiri di atasnya masjid dan membantu kemudahan sertisikasi wakafnya, dengan manjadikan fatwa ini sebagai pedoman.
  2. Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia harus memberikan kemudahan terhadap proses sertifikasi wakaf atas tanah yang digunakan sebagai masjid. Biaya sertifikasi tanah wakaf ditanggung oleh Negara melalui kementrian agama.
  3. Pemerintah dan Badan Wakaf Indonesia secara proaktif melakukan
    pendataan dan melakukan sertifikasi wakaf  terhadap seluruh tanah
    bangunan masjid yang ada di Indonesia agar tidak beralih fungsi.
  4. Badan Pertanahan Nasional (BPN) harus melakukan verfikasi terhadap permohonan sertifikasi tanah dan tidak mengeluarkan sertifikasi hak kepemilikan atau alih fungsi terhadap tanah yang digunakan sebagai masjid kecuali sertifikasi wakaf.
  5. Pengurus masjid yang tanahnya yang secara formal belum berstatus
    wakaf harus diusahakan untuk disertifikasi wakaf sesegera mungkin untuk
    melakukan tertib administrasi dan mencegah terjadinya penyimpangan.
Nah.. Bagaimana berikut cara mengurus Sertifikat Wakaf.?
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan
Nasional menerbitkan Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala
Badan Pertanahan Nasional No. 2 Tahun 2017 (“Permen No. 2/2017”), yang mengatur mengenai tata acara pendaftaran tanah wakaf.
Permen No. 2/2017 berlaku pada
tanggal 22 Februari 2017, dan mencabut (i) Peraturan Menteri Dalam
Negeri No. 6 Tahun 1977 tentang Tata Pendaftaran Tanah Mengenai
Perwakafan Tanah Milik, dan (ii) ketentuan persyaratan pendaftaran Tanah
Wakaf sebagaimana diatur dalam Lampiran II Peraturan Kepala BPN No. 1
Tahun 2010 tentang Standar Pelayanan dan Pengaturan Pertanahan.
Persyaratan dokumen yang harus diserahkan beragam,
tergantung dengan status tanah yang akan didaftarkan, namun secara umum
Nazhir harus menyerahkan (i) surat permohonan, (ii) AIW/APAIW, (iii)
surat pengesahan Nazhir yang bersangkutan dari instansi yang
menyelenggarakan urusan agama tingkat kecamatan, dan (iv) surat
pernyataan bahwa tanah yang akan didaftarkan tidak dalam keadaan
sengketa, perkara, sita dan tidak dijaminkan. Selain itu masih terdapat
dokumen-dokumen yang harus dilengkapi, namun tergantung dengan status
tanah yang akan didaftarkan. 
Apabila akan mendaftarkan tanah dengan hak
milik maka Nazhir harus turut menyerahkan sertifikat hak milik dan surat
ukur. Jika yang akan didaftarkan adalah tanah dengan Hak Guna Bangunan/
Hak Pakai di atas tanah Hak Pengelolaan atau Hak Milik, maka yang harus
diserahkan selain dokumen umum seperti yang sudah disebutkan sebelumnya
adalah, surat ukur, sertifikat Hak Guna Bangunan atau Hak Pakai yang
bersangkutan dan surat izin pelepasan dari pemegang Hak Pengelolaan atau
Hak Milik.
Setelah semua dokumen telah dilengkapi maka Kantor Kepala
Pertanahan akan menerbitkan Sertifikat Tanah Wakaf atas nama Nazhir, dan
mencatat dalam Buku Tanah dan sertifikat Hak atas Tanah yang menyatakan
bahwa Hak atas tanah tersebut telah dihapus berdasarkan AIW/APAIW dan
telah diterbitkan Sertifikat Tanah Wakaf dengan detail sesuai dengan
tanah yang didaftarkan.

Penulis : Imam Nur Azis
Komisioner BWI 2017-2020
Pegiat Komunitas Wedangjae

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *