Inspirasi Belajar dari Finlandia

Ternyata,
Indonesia memiliki banyak kesamaan dengan Finlandia dalam hal pendidikan. Indonesia
memiliki potensi yang besar untuk menjadi negara yang leading soal
pendidikan. Demikian yang disampaikan oleh Allan Schneitz, seorang guru dan
aktivis pendidikan Dream School Finlandia saat berkunjung ke salah satu
sekolah di Semarang baru-baru ini. Allan datang untuk membagi pengalaman
bagaimana Finlandia mampu menjadi negara dengan kualitas pendidikan terbaik di
dunia.
Indonesia,
sebenarnya memiliki modal  unik yang tak
didapati di negeri lain. Pertama, adanya kesepakatan berbasis nilai-nilai (values)
sebagai dasar kehidupan berbangsa, yaitu : faith/believe (keimanan), humanity
(kemanusiaan), unity (persatuan), 
democracy (kerakyatan) dan justice (keadilan). Itulah
Pancasila. Kedua, Indonesia kaya akan komunitas masyarakat dengan beragam
budaya dan kearifan lokal (local wisdom). Indonesia memiliki
sejarah yang panjang tentang cerita heroisme, kesatriaan dan kepatriotan di
seluruh pulau-pulaunya. Ketiga, kaya keanekaragaman sumber daya alam, khususnya
hayati. Ketiga hal itu adalah modal yang cukup untuk menjadi bangsa yang besar
dengan kualitas sumber daya manusia yang disegani.
Sayangnya, kita
seperti kurang percaya diri dengan cara kita mendidik generasi. Kita selalu
melongok ke negeri-negeri lain yang menurut kita lebih maju. Jika dianalogikan,
ini seperti kita berusaha untuk memungut uang 100 ribuan di jalan, karena  terlihat seperti rejeki nomplok, padahal
sebenarnya di saku kita sudah ada uang 1 juta. Mungkin saja akhirnya uang 100
ribuan tadi didapat, tapi kita tak sadar uang satu juta di saku lenyap
berceceran. 
Ada banyak model
pendidikan khas Indonesia yang sebenarnya sudah on the track dan serupa
dengan apa yang dilakukan di sekolah-sekolah Finlandia. Bahkan sudah dilakukan
sejak dulu. Apa saja hal yang serupa itu?
Pertama, pembelajaran
yang menyenangkan (joyfull learning). Joy of Learning adalah jantungnya
pendidikan Finlandia. Bagi mereka, semakin murid-murid bahagia, maka semakin
murid-murid itu memiliki kemampuan untuk belajar. Maka, guru menjadi tokoh
penting dalam menciptakan atmosfer kebahagiaan itu.  Sehingga boleh dikata, nasib suatu bangsa
atau komunitas di masa depan, sejatinya berada di tangan guru.
Tentang
kebahagiaan siswa, Finlandia tidak main-main. Di tahun 2004, siswa Finlandia
termasuk dalam jajaran siswa yang paling tidak bahagia di dunia. Tapi posisi
itu berbalik 180 derajat sepuluh tahun kemudian. Saat ini, siswa Finlandia,
disebut-sebut sebagai siswa yang paling bahagia di dunia. Sama seperti
Indonesia. Untuk pendidikan dasar, jam belajar sekolah mereka hanya 4-5 jam
sehari.  Itu pun lebih banyak bermain dan
bersosialisasi. Jam istirahat mereka pun rata-rata 4-5 kali. Tidak ada PR.
Kalau pun ada, siswa Finlandia paling banyak menghabiskan waktu 10-15 menit
untuk mengerjakan PR itu. Walaupun begitu, kualitas pendidikan mereka tetap
menjadi Juara.
Bagi Finlandia,
masa kanak-kanak adalah masa bahagia. Mencerabut kebahagiaan itu dengan
membebani mereka sesuatu yang belum saatnya adalah sebuah kesalahan mendasar.
Masa kanak-kanak adalah masa mereka belajar berinteraksi dengan sesama.
Memberinya smartphone sejak dini, justru akan membuatnya menjadi
pribadi asosial dan gagap dalam mengendalikan emosi, khususnya saat menghadapi
konflik. 
Kedua, aktivitas
fisik luar ruang yang bermakna. Finlandia bahkan mewajibkan sekolah untuk meluangkan
1 jam setiap harinya untuk beraktivitas di luar kelas. Namanya School on the
Move
. Mereka melakukan banyak hal, mulai dari bermain, berolahraga, hingga outbound
games.
Tak hanya siswa, guru pun terlibat dalam aktivitas ini. Tak boleh
ada gawai di moment ini. Semua memberikan perhatian yang cukup satu sama lain.
Sekolah-sekolah di Indonesia pun, sebagian besar sudah melakukan hal ini.
Kedua hal pokok
ini, didesain untuk meraih minimal 4 keterampilan yang dibutuhkan di masa depan
agar bisa survive dan memiliki keunggulan daya saing. Mereka menyebutnya
sebagai 4C, yaitu : Collaboration (Kolaborasi), Creative
(Kreatif), Critical Thingking (Berfikir kritis), dan Communication (komunikasi).
Namun, selain
memiliki kesamaan, tentu saja ada banyak perbedaan kondisi antara Finlandia dan
Indonesia. Beberapa yang fundamental diantaranya, Finlandia adalah negara yang
menganut antistandar, sementara kita masih berkiblat ke Inggris/Amerika yang
memiliki banyak standar pendidikan. Mulai dari Standar Mutu, Standar Komptensi,
Standar Kelulusan, dan lain-lain. Finlandia juga tidak menerapkan Ujian Akhir
atau Tes Kelulusan di jenjang pendidikan dasar dan menengah. Tes yang ada,
bukan menentukan kelulusan, melainkan sekedar menjadi alat bantu bagi siswa
pada hal-hal yang memerlukan bantuan lebih atau untuk melejitkan potensi
terbaiknya.
Dan satu hal lagi, tidak mudah menjadi guru di Finlandia. Hanya orang-orang terbaik yang dapat menjadi guru di Finlandia. Selevel S2 atau S3 jamak menjadi guru SD (primary school). Dan perlakuan pemerintah kepada guru pun luar biasa. Guru di Finlandia, termasuk dalam jajaran profesi yang penghasilan tinggi. Karena itu, salut untuk guru Indonesia. Dengan kesejahteraan seadanya mampu berkinerja luar biasa mencetak generasi yang semoga luar biasa juga. Semoga.

 Penulis : Doni Riadi
Guru Sekolah Alam Ar-Ridho, Semarang
Pegiat Komunitas Wedangjae

(dimuat di harian Wawasan, 23 Februari 2018

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *