Melejitkan Produk Gula Tebu

Bagi masyarakat sekitar desa bringinsari, keberadaan gula tebu bukan barang asing lagi.
Merupakan hasil perasan tebu lokal, kemudian dimasak 4 jam dan dicetak menggunakan batok kelapa. Bentuk batok dan berwarna coklat mirip dengan gula jawa atau gula nira. Bagi orang yang tidak biasa, akan terkecoh dengan penampilannya dan mengira gula jawa.

Produksi gula tebu ini masih tradisional dan alami. Salah satu ciri kealamiannya yaitu dari rasanya.  Kalau rasanya yang muncuk manis, manis, manis dan tidak ada pahit getirnya kemungkinan masih alami.  Dengan rasa yang seperti ini dimungkinkan prosesnya alami dan tidak ada campuran sama sekali dengan bahan kimia atau lainnya.

Bagi penduduk desa bringinsari, produksi gula tebu hanya sebagai sampingan.  Paling hanya menghasilkan pendapatan Rp 100.000/bulan.

Dengan program comunity development, produk ini sebenarnya bisa lebih dikembangkan potensinya.  Ada beberapa tahap pengembangan produk ini agar bisa masuk pasar premium. Pertama, para produsen ini akan kita kelompokkan. Karena berbasis pemberdayaan, maka para pengrajin harus memperkuat dirinya melalui kelompok yang terlembaga.  Dengan melakukan pengelompokkan ini maka segala potensi kekuatan para produsen gula tebu ini semakin kuat.

Tahap kedua adalah pembinaan proses produksi. Secara perlahanSOP kelayakan tempat produksi secara perlahan akan diterapkan bagi anggota kelompok. untuk menembus pasar premium, higienitas dapur menjadi prioritas.

Setelah itu adalah mengukur dan memetakan pasar.salah satu kelemahan produk gula tebu yang ada sekarang adalah bentuknya yang tidak layak jual. Dengan bentuk cetakan batok, produk ini tidak praktis dan siap konsumsi. Untuk itu diperlukan bentuk diversifikasi bentuk gula tebunya. Salah satu bentuk yang praktis adalah dalam bentuk serbuk atau gula semut.
Untuk lebih memaksimalkan pemasaran perlu dibuat bentuk kemasan produk yang eye catching dan menarik.

Dalam konsep pemberdayaan ini, meskipun semua proses sudah terlewati, masih perlu adanya advokasi dan pendampingan untuk pemasaran.  Jangan sampai kita hanya siap produksi tetapi kemudian di lepas di hutan belantara yang mereka tidak tahu rimbanya.

Tantangan terbesar bagi seorang pemberdaya adalah menyelesaikan misinya untuk membuat ceruk pasar bagi produk hasik dampingannya.  Berapa banyak program yang gagal di tahap ini. Seolah pekerjaan yang dilakukan menjadi sia sia. Bersama anggota kelompok harus bisa merumuskan strategi dan eksekusi pemasaran yang tepat. Sehingga produk yang telah diciptakan menjadi produk yang diterima pasar dengan segala kelebihannya.

Tahapan konsep ini harus menjadi satu kesatuan menjadi business community development.

Oleh : Arif Fajar Hidayat
Pegiat Komunitas Wedangjae

#kuatkarenazakat
#zakatcommunitydevelopment
#desazae
#zcdbaznas

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *